Kebijakan, Strategi dan Kegiatan Pokok dalam Pengendalian PTM

Seiring dengan tingkat perkembangan pola kehidupan (tingkat kesejahteraan) di Indonesia, pola penyakit mengalami transisi epidemiologi, dengan ditandai beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular. Sekaligus juga menghadapi penyakit-penyakit yang muncul kembali seperti HIV/AIDS, TB dan Malaria.

Perubahan pola penyakit ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perubahan prilaku, transisi demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya.

Dengan demikian Pembangunan bidang kesehatan saat ini dihadapkan pada triple burden (Penyakit Menular, Penyakit Tdak Menular dan Re-emerging diseases.

Khusus Penyakit Tdak menular (PTM) yang meliputi Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD), Diabetes Melitus (DM), Penyakit Kronis dan penyakit degenerative lainya, Kanker, serta Cedera dan Tindak Kekerasan, maka kelompok masyarakat yang terpapar mayoritas adalah : Usia produktif, yang sangat diperlukan (oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara) sebagai SDM yang menanggung beban biaya hidup dan melahirkan generasi penerus yang tangguh.

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan :
  • Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia meningkat dari 41,4% pada tahun 2005 menjadi 59,5% pada tahun 2007.
  • Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti : hipertensi 31,7%, penyakit sendi 30,3%, cedera lalu lintas darat 25,9%, penyakit jantung 7,2%, asma 3,5%, DM 1,1%, stroke 8,3% dan kanker/tumor 4,3%.
PTM berpotensi besar menghambat pertumbuhan ekonomi dan pencapaian target MDGs karena tingginya beban biaya yang dibutuhkan untuk mengobati PTM. Oleh karena itu PTM perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah disemua tingkat, dengan prioritas utama adalah upaya pencegahan dan pengendalian PTM.
Kebijakan dan strategi PPTM tergantung dari kebijakan dan strategi masing-masing daerah termasuk penerapannya, dengan didasari sbb :
  1. Mengembangkan dan memperkuat program pencegahan dan pengendalian faktor risiko (FR) PTM.
  2. Mengembangkan dan memperkuat deteksi dini FR-PTM.
  3. Meningkatkan dan memperkuat manajemen, ekuitas dan kualitas peralatan untuk deteksi dini FR-PTM.
  4. Meningkatkan profesionalisme SDM dalam pencegahan dan pengendalian FR-PTM.
  5. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologis FR-PTM.
  6. Meningkatkan pemantauan program pencegahan dan pengendalian FR-PTM.
  7. Mengembangkan dan memperkuat pencegahan dan pengelolaan system informasi PTM.
  8. Mengembangkan dan memperkuat jaringan untuk pencegahan dan pengendalian FR-PTM.
  9. Meningkatkan advokasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian FR-PTM.
  10. Mengembangkan dan memperkuat system pendanaan pencegahan dan pengendalian FR-PTM.
  Strategi Pengendalian PTM, meliputi :
  1. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian factor risiko PTM melalui program yang berbasis masyarakat, seperti Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu PTM)
  2. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk deteksi dini dan tindak lanjut dini factor risiko PTM terintegrasi.
  3. Meningkatkan tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien.
  4. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan PTM.
  5. Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan terkait PTM.
  6. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologi factor risiko PTM termasuk monitoring dan system informasi. Dioptimalkan untuk surveilans factor risiko PTM berbasis masyarakat dan registry PTM.
  7. Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk pencegahan dan pengen dalian PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas.
Kegiatan pokok pengendalian PTM, meliputi :
  1. Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal pencegahan dan penanggulangan PTM di unit pelaksana teknis (UPT), Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/kota dan Puskesmas.
  2. Advokasi PPTM kepada pemerintah (Pusat dan Daerah) secara intensif dan efektif denagn focus pesan “Dampak PTM (ancaman) terhadap pertumbuhan ekonomi Negara/Pemerintah.
  3. Surveilans factor risiko dan registry PTM yang mampu laksana dan didukung regulasi memadai dan menjamin ketersediaan “evidence based” untuk advokasi kepada penentu kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan program PTM prioritas.
  4. Promosi kesehatan dan perlindungan “population at risk” PTM yang efektif dan didukung regulasi memadai melalui “Health in All Policy” untuk menjamin pelaksanaan secara terintegratif melalui “triple Acs´(active cities, active community and active citizens) dengan kerjasama lintas program, kemitraan lintas sector, pemberdayaan swasta/industry dan kelompok masyarakat madani.
  5. Deteksi dan tindak lanjut dini PTM secara terintegrasi dan focus pada factor risikonya, melalui “Community Base Intervension and Development”, yang didukung oleh sistim rujukan dan regulasi memadai, dengan kerja sama lintas profesi dan keilmuan, lintas program, kemitraan lintas sector, pemberdayaan swasta/industry dan kelompok masyarakat madani.
  6. Tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efesien, yang didukung kecukupan obat, ketenagaan, sarana/prasarana, sistim rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai, untuk menjamin akses penderita PTM dan factor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik ditingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tertier.
  7. Jejaring kerja dan kemitraan PPTM yang terdiri sub jejaring survailans, promosi kesehatan dan manajemen upaya kesehatan, baik ditingkat pusat maupun Daerah.
  8. Penelitian dan pengembangan kesehatan yang menjamin ketersediaan informasi insiden dan prevalensi PTM dan determinannya, yang menghasilkan teknolagi intervensi kesehatan masyarakat/pengobatan/rehabilitasi dalam bentuk “best Practice”, dan intervensi kebijahan yang diperlukan.

0 comments:

Post a Comment

  © Blogger template Blue Surfing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP